"DIALAH YANG KAMI BERITAKAN, APABILA TIAP-TIAP ORANG KAMI NASIHATI DAN TIAP-TIAP ORANG KAMI AJARI DALAM SEGALA HIKMAT, UNTUK MEMIMPIN TIAP-TIAP ORANG KEPADA KESEMPURNAAN DALAM KRISTUS. ITULAH YANG KUUSAHAKAN DAN KUPERGUMULKAN DENGAN SEGALA TENAGA SESUAI DENGAN KUASA-NYA, YANG BEKERJA DENGAN KUAT DI DALAM AKU." (KOLOSE 1:28-29)

MEMBERI PERSEMBAHAN ADALAH TANDA IMAN


Sripture Ibrani 11:4, 17-19

A.   INTRODUCTION
Ada banyak cara yang dilakukan oleh orang Kristen dalam mengekspresikan imannya kepada Tuhan. Menerapkan nilai-nilai kehidupan Kristen yang berlandaskan pada firman Tuhan, melakukan kehendak-Nya dengan taat, mulai dari mengasihi sesama, tekun membaca Alkitab, rajin ke gereja, dan lain sebagainya yang mengidentifikasi bahwa ia adalah seorang yang beriman atau percaya kepada Tuhan.
Ada juga yang mengekspresikan imannya terlalu berlebihan, sering sekali gagal membedakan mana kehendak Tuhan dan mana keinginan diri. Tetapi ada juga yang beranggapan menjadi Kristen, percaya Tuhan Yesus sudah cukup dan tidak perlu berbuat ini dan itu. Iman tanpa pengetahuan yang benar kepada kebenaran firman Tuhan, adalah iman yang pasif, sementara Alkitab berbicara bahwa iman itu harus disertai dengan perbuatan; Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” (Yak. 2:26).
Seorang yang percaya kepada Tuhan akan tampak melalui tindakan dan perbuatan-perbuatan yang memuliakan Tuhan; “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.” (Mat. 7:16-17).
Seorang Kristen harus dapat mengukur kadar imannya sendiri kepada Tuhan, bukan berdasarkan anggapan melainkan berdasarkan pengetahuan yang benar melalui kebenaran firman Tuhan. Rasul Paulus berdoa kepada Tuhan untuk jemaat-jemaatnya supaya mereka memiliki pengetahuan yang benar untuk pertumbuhan iman mereka; Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus, penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah. (Fil. 1:9-11).
Di dalam surat Ibrani 11:1-40 mencatat tentang saksi-saksi iman dari tokoh-tokoh Alkitab. Mereka mengekspresikan imannya kepada Tuhan dalam situasi dan keadaan yang berbeda-beda, namun mereka telah meninggalkan teladan  yang baik untuk generasi umat Tuhan sampai sekarang ini.
Salah satu cara atau teladan yang diwariskan kepada umat Tuhan sampai sekarang ini dalam mengekspresikan imannya kepada Tuhan adalah memberi korban persembahan kepada Tuhan sebagai tanda imannya.
B.   CONTENTS
Dalam Catatan Surat Ibrani 11:1-40, tentang saksi-saksi iman, kita dapat melihat dua tokoh yang mengekspresikan imannya kepada Tuhan melalui ketaatan memberi korban persembaban, yaitu;

1.    HABEL (Ay. 4)
Korban Persembahan yang dipersembahkan kepada Tuhan oleh Habel lahir dari hati yang beriman kepada Tuhan. “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati.”
Kisah Habel dapat kita temukan di dalam Kitab Kejadian 4:1-16. Menurut penulis surat Ibrani, Habel telah memberi korban persemabahan yang lebih baik dari kakaknya, Kain. Kain adalah seorang petani dan Habel adalah seorang gembala kambing domba atau seorang peternak. Kain mempersembahkan hasil tanahnya dan Habel mempersembahkan anak sulung dari domba-domba, yaitu lemak-lemaknya. Tuhan mengindahkan korban persembahan Habel, karena ia telah mempersembahkan yang terbaik, yaitu persemabahan yang lahir dari iman kepada Tuhan.
Persembahan yang baik dan benar adalah persembahan yang menyenangkan hati Tuhan. Persemabahan yang baik adalah tanda iman. Itulah yang telah disampaikan oleh Daud; “Persembahkanlah korban yang benar dan percayalah kepada TUHAN.” (Mzm. 4:6).
Habel adalah manusia pertama yang mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan. Ia meninggalkan, ia telah mengawali apa yang baik dan berkenan di hadapan Tuhan sebagai tanda iman dan kepercayaannya. Penulis Surat Ibrani mencatat dia dalam daftar orang-orang yang telah menjadi saksi-saksi iman bahkan dari daftar itu, ia menempatkannya pada urutan yang pertama. Artinya bahwa, Habel adalah orang yang pertama memberikan teladan yang baik sebagai tanda imannya kepada Tuhan. Sebaliknya, Kain adalah orang yang pertama kali memberikan teladan yang tidak baik dalam memberikan korban kepada Tuhan. Tuhan tidak berkenan dengan persembahannya. Karena itu, Kain menjadi orang galau yang pertama di dunia ini yang kemudian menginveksi kepada orang-orang zaman sekarang; “… tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?” (Kej. 4:5-6).
Orang Kristen yang beriman akan mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan, dan orang Kristen yang menghitung untung rugi ketika memberi korban persembahan kepada Tuhan, bisa jadi virus Kain masih menginveksi sampai sekarang ini, yang melahirkan karakter-karakter galau.
Orang Kristen yang baik adalah orang Kristen yang mewariskan karakter iman kepada generasi-generasi berikutnya, menanamkan rasa takut dan hormat kepada Tuhan termasuk dalam hal memberi korban persembahan yang baik sebagai tanda iman kepada Tuhan. Orang Kristen harus menjadi pelopor iman yang akan terus tersemat dalam hati orang-orang percaya berikutnya. Tidak ada yang lebih membanggakan ketika nama kita disebut dalam sejarah yang melahirkan generasi-generasi yang takut akan Tuhan seperti Habel yang disebut dalam Surat Ibrani setelah ribuan tahun berlalu. Salomo mengatakan bahwa; “Nama baik lebih berharga dari kekayaan besar”. (Ams. 22:1a).

2.    ABRAHAM (Ay. 17-19)
Nama berikutnya yang dicatat penulis Surat Ibrani sebagai orang yang taat mempersembahkan Korban sebagai tanda iman kepada Tuhan adalah Abraham (Kej. 22:1-19).
Kisah Abraham adalah kisah yang tidak popular dan hanya satu-satunya yang pernah terjadi. Sangatlah tidak masuk akal jika Abraham di minta Tuhan untuk mempersembahkan anak kandungnya sendiri sebagai Korban. Ishak adalah anak perjanjian yang lahir di usianya yang sudah sangat tua, satu-satunya yang akan meneruskan keturunannya dan mewarisi segala yang mereka miliki. Namun Tuhan berfirman kepada Abraham supaya Ia mempersembahkan anaknya; “Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan." Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” (Kej. 22:1-2).
Betapa pedihnya perasaannya Abraham untuk menuruti perintah Tuhan, namun karena imannya, ia pun taat kepada perintah Tuhan (Kej. 22:3-10). Ia tidak banyak bertanya mengapa Tuhan melakukan itu kepadanya. Ia mau mempersembahkan anaknya itu sebagai tanda iman dan ketaatannya kepada perintah Tuhan.
Perintah Tuhan ini sangat berat dan pasti menyesak di dalam hati. Jika Tuhan meminta supaya mempersembahkan apa yang kita sayangi, tentu kita akan berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk berkata ya. Tetapi Tuhan tidak menuntut kita melampaui batas kemampuan kita; “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Kor. 9:7).
Yang disebut dengan kerelaan adalah bukan karena paksaan. Jika kita memberi karena paksaan, tentu pemberian kita bukan karena iman atau bukan sebagai tanda iman, bisa jadi karena kesal. Wujudnya mungkin baik tetapi caranya tidak baik, itupun tidak berkenan di hadapan Tuhan.
Kisah Abraham menjadi sejarah sepanjang zaman dan turun temurun sampai pada hari ini, karena ia berani berkorban dan merelakan anak yang dikasihinya untuk dipersembahkan sebagai korban kepada Tuhan, karena imannya. Sampai sekarang Abraham disebut sebagai bapa segala orang beriman.
Tidak mudah untuk mempersembahkan apa yang kita sayangi dan kita kasihi kepada Tuhan. Biasanya ketika kita dituntut untuk memberi, tiba-tiba muncul dalam benak kita untuk menghitung-hitung seberapa besar kebutuhan kita ke depan! Tapi ingat bahwa Tuhan hanya menuntut kerelaan bukan paksaan. Setiap pemberian kepada Tuhan, Tuhan sudah mencatatnya seberapa banyak yang sudah kita tabur. Yang menabur banyak akan menuai banyak, yang menabur sedikit akan menuai sedikit pula (2 Kor. 9:6). Menaburlah di ladang Tuhan sebagai tanda iman, menurut kerelaan hati kita.

C.   CONCLUSION
Penulis Surat Ibrani telah menunjukkan kepada kita tentang orang-orang yang karena imannya telah mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan. Habel adalah manusia yang pertama yang persembahannya diterima oleh Tuhan dan orang yang pertama juga disebut dalam daftar saksi-saksi iman oleh penulis surat Ibrani.
Tokoh yang kedua yang didaftarkan adalah Abraham. Karena imannya kepada Tuhan, ia tidak menyayangkan anak satu-satunya yang akan menjadi ahli warisnya. Ia taat, melaksanakan apa yang menjadi kehendak Tuhan, walaupun tidak mudah.
Kedua tokoh itu telah menginspirasi umat Tuhan sampai sekarang sehingga menjadi catatan khusus bagi penulis surat Ibrani disamping saksi-saksi iman yang lainnya yang di daftar dalam Ibrani 11:1-40.

D.   APPLICATION
Kita dapat mengekspresikan iman kita kepada Tuhan dengan berbagai cara, termasuk dengan memberikan korban persemabahan kepada Tuhan. Apa yang telah diwariskan oleh Habel dan Abraham sebagai orang-orang yang telah memberikan teladan yang baik sebagai tanda iman mereka kepada Tuhan, mari kita laksanakan juga sebagai tanda iman kita kepada-Nya dan kita wariskan kepada generasi-generasi orang-orang beriman berikutnya.
Ketika kita memberi korban persemabahan yang terbaik kepada Tuhan sebagai tanda iman kita. Kita telah melaksanakan kehendak-Nya dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang snagat berharga bagi generasi kita. Amin

Oleh: Gembala Jemaat GKII Tuka Dalung, 31 July 2016

BENIH YANG JATUH DI SEMAK-SEMAK DURI


Scripture: Markus 4:7, 18-19

A.   INTRODUCTION
Gambaran yang ketiga tentang hati manusia yang dipaparkan melalui sebuah perumpamaan oleh Tuhan Yesus adalah seperti semak berduri. “Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. (Ay. 7).
Benih yang jatuh di semak-semak berduri, memiliki potensi pertumbuhan yang baik, tetapi karena keberadaannya tidak terawat dan luput dari perhatian, maka ketika benih itu tumbuh, tumbuh pula semak-semak yang baru dan menghimpitnya, sehingga benih itu tidak dapat menghasilkan buah bahkan mati.
Duri dari semak-semak itu adalah senjatanya untuk menghambat tumbuh-tumbuhan yang disekitarnya, sebisa mungkin untuk mengehentikan proses pertumbuhan itu sebelum menjadi besar dan berbuah.
Benih-benih yang jatuh di semak-semak berduri mengambarkan benih-benih firman Tuhan yang ditaburkan di dalam hati manusia, namun firman Tuhan itu tidak dapat berbuah karena hati penerimanya lebih cenderung kepada perkara-perkara dunia yang memberikan kesenangan dan kenyamanan, dan juga kekuatiran dunia yang menghimpitnya sehingga firman itu tidak berbuah. “Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.” (Ay. 18-19).
Benih yang jatuh di semak-semak berduri tidak jauh berbeda dengan benih yang jatuh di pinggir jalan (Ay. 4, 14-15) dan benih yang jatuh di atas tanah yang berbatu-batu (Ay. 5-6, 16-17). Ketiga jenis ladang atau tanah yang menggambarkan hati manusia,  semuanya tidak dapat menghasilkan apa-apa. Benih yang jatuh di pinggir jalan, sebelum tumbuh sudah hilang karena di makan burung-burung yang lapar, yang menggambarkan iblis yang tidak menghendaki firman Tuhan menyentuh dan tumbuh di hati manusia. Benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, tumbuh, namun tidak bertahan lama, karena tidak berakar lalu mati karena sinar matahari dan benih yang jatuh di semak-semak duri, namun kesenangan dan kekuatiran dunia menghimpitnya lalu mati.
Benih yang jatuh di semak-semak duri tidak hanya menggambarkan hasil akhir dari benih ditaburkan itu tetapi karakter dari ladang atau tanah itu sendiri sehingga benih itu tidak dapat tumbuh

B.   CONTENTS
Berikut ini adalah karakter hati manusia yang mendengar firman Tuhan, yang digambarkan seperti ladang yang penuh dengan semak-semak berduri:

1.    Hati Yang Tidak Memelihara Firman Tuhan
 Ibarat seorang petani yang menabur benih di kebunnya. Pertama-tama yang dilakukan adalah menggemburkan tanah itu, membersihkannya dari rumput-rumput liar dan batu-batu yang menghambat pertumbuhan dari benih yang ditaburkan. Setelah benih itu tumbuh, ia tidak berdiam diri menantikan hasil panen, melainkan memeliharanya dengan baik. Rumput-rumput liar dengan berbagai jenis pasti akan tumbuh juga bersamaan dengan benih-benih yang ditaburkan, dan itu harus dibersihkan, untuk mendapat hasil panen yang banyak, baik dan berkualitas.
Hati manusia yang mendengarkan firman Tuhan lalu memeliharanya dengan baik dalam hatinya akan menghasilkan buah-buah yang banyak. Tuhan Yesus berfirman; “Tetapi Ia berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” (Luk. 11:28).
Kata memelihara dalam Bahasa Yunani; “phulassoo” yang berarti menjalankan, mematuhi, memperhatikan dan juga menghormati. Ketika seseorang mendengarkan firman Tuhan, namun tidak memperhatikan dengan baik, tidak menjalankan dan mematuhi perintahi-Nya, tidak akan ada faidahnya sama sekali.
Firman Tuhan mengajar kita bahwa, kita bukan saja menjadi pendengar tetapi pelaku firman Tuhan. Seseorang yang mendengar firman Tuhan tetapi tidak memeliharanya atau tidak melakukannya, sama seperti seseorang yang sedang mengamati-amati mukanya di depan cermin dan setelah meninggalkan cermin itu ia segera lupa bagaimana rupanya, tetapi yang bertekun melakukannya akan disebut berbahagia; “Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. (Yak. 1:23-15).
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus dalam Lukas 11:28, orang yang memelihara firman Tuhan akan berbahagia.
Seorang petani yang mendapatkan hasil yang banyak, baik dan berkualitas tentu akan berbahagia, dengan demikian, ia harus memelihara benih-benih supaya tumbuh dengan baik, dan tidak membiarkan semak-semak tumbuh subur yang dapat menghimpit dan membunuh benih itu sehingga tidak tumbuh dan menghasilkan buah.
Mazmur 1 membuat sebuat komparasi antara orang-orang yang mencintai firman Tuhan dengan orang fasik (orang yang mendengar firman Tuhan namun tidak peduli. Perbedaan yang paling menonjol adalah keberhasilan orang-orang yang mencintai firman Tuhan; “… tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.” (Mzm. 1:2-3).
Jika benih firman Tuhan yang ditaburkan dalam hati kita tidak terpelihara dengan baik, atau tidak dilakukan, tidak mungkin dapat menuai hasil yang baik, sebab itu, sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan firman-Nya harus membersihkan hati kita untuk ditabur firman Tuhan sehingga dapat bertumbuh dan menghasilkan buah-buah yang banyak (Ay. 8, 20).

2.    Hati Yang Berorientasi Kepada Perkara-Perkara Dunia.
Orang mendengarkan firman Tuhan, tetapi kecenderungan hatinya berorientasi kepada perkara-perkara dunia, menjadikan firman Tuhan mengalami pergeseran nilai dalam hatinya. Firman Tuhan itu diterima dengan baik, tetapi ketika persoalan dunia, masalah dan lain sebagainya datang, orang itu tidak menjadikan firman Tuhan sebagai landasan yang kuat untuk berpijak, supaya tidak goyah, melainkan membiarkan masalah itu menguasai hati, pikiran dan perasaannya, tanpa disadari telah menempatkan masalah itu menjadi besar dan Tuhan menjadi kecil.
Ketika kita mengecilkan Tuhan, maka masalah itu akan menjadi besar, sebaliknya ketika kita menempatkan Tuhan itu besar, maka masalah itu akan menjadi kecil. Ketika orientasi kita kepada masalah, maka kita akan lupa kepada janji-janji firman Tuhan dan masalah itu akan terus menghimpit sehingga firman Tuhan tidak dapat hidup lebih lama sampai menghasilkan buah seperti benih yang jatuh di semak duri; “Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.” (Ay. 18-19).
Berdasarkan ayat di atas, ada dua hal yang membuat firman Tuhan itu tidak dapat menghasilkan buah dalam hati manusia, yaitu;
Pertama: Masalah sehari-hari yang menuntut dan menekan hidup seseorang, dalam hal kebutuhan, kenyamanan dan keamanan yang membuat kita menjadi kuatir. Dalam hal ini, kalau kita berorientasi kepada masalah, secara tidak sadar telah menggeser Tuhan dari dalam hidup kita. Kita menempatkan masalah yang pertama, lalu diri kita sendiri atau mungkin orang lain, lalu kemudian Tuhan pada bagian terakhir dan firman-Nya tidak menjadi pedoman supaya dapat lebih tenang menghadapi masalah itu. Firman Tuhan mengatakan bahwa; “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Ptr. 5:7). “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Fil. 4:6).
Hal tersebut diatas adalah implementasi dari pengajaran Tuhan Yesus tentang kekuatiran dalam Matius 6:25-34, yang pada intinya adalah jangan kuatir tentang apa pun juga karena Allah memelihara kita dan prioritaskan Tuhan yang utama dan pertama, maka yang lainnya akan ditambahkan kepada kita.
Firman Tuhan mengajar kita untuk berfokus kepada Tuhan dan firman-Nya, supaya jangan kekuatiran dunia menghimpit kita dan firman-Nya tidak dapat tumbuh dan berbuah. Atau jangan berorientasi kepada masalah-masalah dunia melainkan kepada Tuhan dan janji-janji firman-Nya.
Kedua: Gaya hidup dan keinginan-keinginan duniawi yang menuntut berdasarkan pada kemajuan dan perkembangan zaman.
Apa banyak hal yang ditawarkan oleh dunia dan sering sekali menggoda setiap orang untuk mengabaikan firman Tuhan. hal ini telah terjadi sejak manusia yang pertama, yaitu Adam dan Hawa di Taman Eden. Keinginan duniawi menyeretkan kepada kehidupan dalam dosa dan mengabaikan perintah Tuhan (Kej. 3:1-24). Hal yang sama dilakukan oleh iblis untuk mencobai Tuhan Yesus dengan memperlihatkan kemewahan dan kesenangan dunia (Mat. 4:1-11).
Keinginan, kemewahan dan kesenangan dunia itu jugalah yang dipakai oleh iblis sampai hari ini untuk menggoda manusia supaya mengabaikan firman Tuhan, sehingga firman Tuhan itu tidak menghasilkan buah. Hati, pikiran dan perasaan manusia berorientasi pada kemajuan tekhnologi dan perkembangan zaman. Firman Tuhan terhimpit oleh kesenangan dan kemewahan yang ditawarkan dunia. Firman Tuhan mengalami pergeseran nilai dan sangat sulit menyentuh kepada kehidupan seseorang yang menjadikan orang tersebut menjadi cinta diri yang berlebihan, tidak peduli sesama dan terlebih kepada firman Tuhan. Firman Tuhan didengar tetapi bukan untuk dilakukan.

C.   CONCLUSION
Ladang yang penuh dengan semak duri menggambarkan karakter hati manusia yang tidak memelihara firman Tuhan dalam hatinya dan selalu berorientasi kepada masalah dan keinginan-keinginan duniawi, sehingga firman Tuhan tidak dapat menghasilkan buah, terhimpit dengan kesenangan dan kemewahan yang ditawarkan oleh dunia.
Hati yang demikian tidak akan mengalami pembaharuan dan pertumbuhan, ia akan cenderung kepada cinta diri yang berlebihan dan mengabaikan kehendak dan perintah-perintah Tuhan.

D.   APPLICATION
Karakter hati yang demikian perlu kesadaran bahwa, firman Tuhan adalah adalah satu-satunya penghiburan dalam menghadapi tantangan dunia.
Firman menuntun kita kepada jalan kehidupan yang baik sehingga dapat kita memanfaatkan apa yang ada di dunia ini sebagai sarana untuk memuliakan nama Tuhan dan bukan untuk memanjakan diri yang menjerumuskan kita kepada kekerdilan iman dan kematian.
Keiginan yang tidak terkontrol dapat membawa kita jauh dari hadapan Tuhan, tetapi hati yang terpelihara oleh firman Tuhan akan menolong kita memahani kehendak Tuhan. Amin!