Bacaan Alkitab: Matius 15: 21-28
A. PENDAHULUAN
Berbicara tentang kualitas, berbicara tentang bobot atau
mutu dari sesuatu yang dapat diukur dengan nilai baik dan buruknya. Sesuatu
dikatakan berkualitas apabila memiliki nilai-nilai kebaikan yang sudah melewati
tahap pengujian yang ketat untuk mengukur kadar kebaikan dikandungnya. Tidak
ada sesuatupun yang dapat dikatakan berkualitas tanpa melalui sebuah proses
yang disebut dengan ujian. Ujian akan menentukan apakah sesuatu layak
ditingkatkan statusnya atau tidak.
Setelah melewati masa belajar pada akhir semester, semua siswa
pada akhirnya akan sampai pada sebuah proses yang disebut dengan ujian. Di situ
semua siswa akan diuji kemampuannya masing-masing untuk menentukan kualitas
dirinya sebagai seorang siswa, apakah ia layak naik tingkat ke jenjang yang lebih
tinggi atau tinggal kelas dan belajar lagi pada materi yang sama dan semester
yang sama.
Demikian juga iman Kristen. Iman yang berkualitas adalah
iman yang sudah berhasil melewati sebuah proses ujian. Jangan katakan kita
beriman kepada Tuhan tetapi kita gagal melewati ujian. Jangan katakan kita
beriman kepada Tuhan tetapi terlalu cepat menyerah saat kita sedang dalam
proses untuk menentukan kualitas iman kita.
Seorang perempuan Kanaan berkebangsaan Siro Fenisia
menunjukkan kualitas imannya kepada Tuhan Yesus, ia menjumpai Tuhan Yesus pada
waktu yang tepat. Ia adalah seorang perempuan yang berprestasi dalam perjalanan
imannya kepada Tuhan. Setelah melewati beberapa tahap ujian iman, akhirnya ia
berhasil dan memperoleh penghargaan dari Tuhan, “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu
seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh” (Ay.
28).
Tahap-Tahap Ujian Iman yang berhasil dilewati oleh perempuan
Kanaan itu adalah:
1.
Ketidakpedulian Tuhan Yesus terhadap terikannya untuk minta tolong
(Ay. 22-23a).
2.
Ketidakpedulian murid-murid Tuhan Yesus yang menolaknya dan
menyuruh Tuhan Yesus untuk mengusirnya (Ay. 23b).
3.
Dianggap tidak penting dan tidak prioritas oleh Tuhan Yesus. Ia
hanya diutus kepada domba-domba yang hilang dari umat Isreal (Ay. 24).
4.
Istilah “anjing” yang digunakan Tuhan Yesus untuk menyebut
orang-orang yang bukan dari umat Israel (Ay. 26).
Perempuan itu berhasil melewati semua proses yang menurut ukuran
manusia biasa sangat menyakitkan dan memaksanya untuk mundur dan menyerah. Perempuan
itu tidak pernah menyerah bahkan terus mendesak Yesus dengan bersungkur di
kaki-Nya (Ay. 25), berusaha mengendalikan perasaannya dengan berpandangan
positif/ Positive Thingking (Ay. 27)
karena ia memiliki arah dan tujuan yang tidak boleh gagal, yaitu kesembuhan
bagi anak yang dikasihinya. Ujian itu berakhir dengan pujian dan kesembuhan
bagi anaknya. Segala Puji bagi Tuhan.
B. IMAN YANG BERKUALITAS
Dari kisah perempuan Kanaan yang percaya kepada Tuhan Yesus
kita mendapatkan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi pertumbuhan iman
kita. Imannya yang bergairah dan sikapnya yang tidak mudah menyerah menghadapi
ujian menunjukkan kualitas imannya. Kita dapat belajar dari kisah ini supaya kita
sebagai seorang Kristen memiliki iman yang berkualitas dan menyenangkan hati
Tuhan.
1.
Memanfaatkan Waktu Untuk Berjumpa Dengan
Tuhan (Ay. 21-22a).
Kedatangan Tuhan Yesus ke daerah Tirus dan Sidon
menjadi momen berharga bagi seorang perempuan yang sedang mencari pertolongan
untuk kesembuhan anaknya yang sedang menderita karena kerasukan setan. Ia
menjumpai Yesus pada waktu yang tepat seraya berseru “Kasihanilah
aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat
menderita” (Ay. 22). Sebuah pribahasa mengatakan “pucuk dicinta ulam tiba”, artinya “sebuah harapan yang terwujud karena
mendapat sesuatu yang dibutuhkan atau diharapkan”.
Sebelumnya perempuan itu tidak pernah berpikir berharap
kepada Yesus, karena perempuan itu berasal dari luar suku Israel (Ay. 24),
berasal dari keturunan Ham (Kej. 10:6) Bangsa yang terkutuk (Kej. Kej. 9:25-26),
percaya kepada tahayul (Ul. 18:9-11), penyembah berhala (Ul. 29:17), keji dan
najis (Im. 18:27) dsb. Namun perempuan itu cukup mengenal Yesus, hal ini nampak
dari caranya menyebut Yesus “ya Tuhan,
Anak Daud”. Artinya setidaknya ia pernah mendengar tentang Yesus yang
menyembuhkan orang sakit, mengusir setan dan lain sebagainya, oleh karena itu
ketika ia tahu bahwa Yesus datang ke daerah tersebut, ia pun tidak
menyia-nyiakan dan menunda-nunda waktu dan kesempatan untuk berjumpa
dengan-Nya.
Perempuan itu tidak ada pilihan lain, selain menemui
Yesus. Ia datang tersungkur depan kaki-Nya (Mrk. 7:25). Bagi perempuan itu
tidak ada waktu terbaik selain memanfaatkan kesempatan yang ada waluapun sulit
baginya menerobos kepadatan manusia yang mengikuti dan mendengar Yesus pada
waktu itu.
Pertanyaannya, bagaimana dengan kita? Apakah kita
sudah memanfaatkan waktu dan kesempatan sebaik mungkin untuk menjumpai Yesus
dalam doa, ibadah dan persekutuan dengan saudara-saudara seiman? Gunakanlah
waktu kita sebaik mungkin untuk tetap memiliki persekutuan dengan Tuhan
sekalipun banyak tantangannya.
2.
Tumbuh Semakin Kuat Ketika Pencobaan Datang (Ay.
25-27).
Bagaiamana perempuan itu menjaga stabilitas imannya
ketika berhadapan dengan masalah pada
saat ia mau menjumpai Yesus? Dari kronologis kisah yang dicatat oleh Matius
memperlihatkan keteguhan hati perempuan itu dari awal dimulainya perjumpaannya
dengan Yesus sampai kepada akhirnya ia memperoleh apa yang ia harapkan dari
Tuhan.
Perempuan itu mencoba untuk bertahan tahap demi tahap,
ia mengelola pikiran dan perasaan supaya tidak mudah goyah dan menyerah.
Perempuan itu sedikitpun tidak berpikir untuk mendur, semakin dihalangi,
semakin mendekat bahkan menyembah Tuhan, tidak ada celah untuk membela diri
tetapi justru berpikir positif dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Imannya
tidak dapat digagalkan oleh pencobaan. Kegagalan menjumpai Yesus adalah
kerugian yang besar dan tidak ada kesempatan lebih tepat dan lebih baik lagi.
Pertanyaannya, bagaimana dengan iman kita, apakah
pencobaan membuat kita menjadi lemah dan berhenti berharap kepada Tuhan?
Mampukah kita berpikir positif, memandang pencobaan sebagai sebuah proses untuk
menang dari pergumulan? Biarlah pencobaan itu membuat iman kita semakin murni,
dan tumbuh menjadi kuat.
3.
Konsisten Ketika Keadaan Memaksanya Untuk Menyerah
(Ay. 25-27).
Konsisten artinya memiliki keteguhan hati, tidak
mengubah pikiran, dan punya pendirian dan pilihan yang tetap walaupun harus
berbeda. Gambaran ini juga kita dapatkan dari seorang perempuan Kanaan yang
percaya kepada Tuhan. beberapa kali ia harus diuji imannya bahkan sudah
melewati batas wajar, namun ia tidak menyerah, tidak mengubah pikirannya bahkan
tetap konsisten pada pilihannya. Batas ujian biasanya maksimal sampai tiga
kali, namun perempuan itu melampaui batas sampai empat kali (lihat tahap-tahap
ujian iman di atas).
Perempuan itu melewati perjalanan yang cukup
melelahkan. Perjalanan yang menguras tenaga dan mengorbankan harga diri sebagai
manusia, imannya berusaha dicongkel dengan mengobrak-abrik kedalaman
perasaannya, namun ia tetap melangkah maju dan sedikitpun tidak berpikir untuk
mundur dan menyerah, ia tetap konsisten karena ia memiliki iman yang kuat
kepada Yesus dan memiliki tujuan yang besar.
Pertanyaannya, bagaimana dengan kita? Akankah kita
mengubah pikiran kita untuk meninggalkan Tuhan karena masalah dan persoalan
hidup yang sesungguhnya adalah sebuah proses untuk sampai kepada tujuan akhir
yang kita harapkan? Biarlah kita tetap konsisten karena Yesus jauh lebih besar
dari masalah yang kita hadapi.
4.
Memiliki Arah Iman dan Tujuan Yang Jelas
(Ay. 22b).
Apa yang memotivasi perempuan Kanaan itu begitu
antusias dan bergairah untuk menjumpai Yesus? Tujuanlah yang menggerakan dia.
Tujuan itu begitu kuat seperti sebuah dynamo penggerak yang menggerakkan
seluruh hasrat dan keinginannya, tanpa bisa dikendalikan kecuali mematikan
mesin dynamo tersebut. Sama seperti manusia, ia digerakkan oleh tujuan, tujuan
itu bisa berhenti apabila jantung kita berhenti berdetak.
Perempuan itu berorientasi kepada tujuan. Gol akhir
yang hendak diraih adalah terpacainya sebuah akhir yang membanggakan, maka
perempuan itu tidak berhenti sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya,
yaitu pemenuhan rasa kasih sayang kepada anaknya yang menderita karena
kerasukan setan, yaitu sebuah kesembuhan. Ayat 22b ini menjadi mesin penggerak
yang menyebabkan seorang perempuan Kanaan terus berjuang sampai kepada titik
terakhir. Arah imannya adalah Yesus dan
tujuan kepada kesembuhan anaknya. Imannya kepada Yesus menjadi sarana untuk
sampai kepada hasil akhir yang memuaskan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan kita? Apakah kita
sudah memiliki iman yang terarah kepada Yesus saja untuk mencapai tujuan akhir
kita? Jangan salah dalam menempatkan arah iman dan tujuan kita.
C. KESIMPULAN
Perempuan Kanaan yang percaya kepada Tuhan Yesus memberikan
gambaran kepada kita tentang bagaimana kita memiliki iman yang berkualitas.
Kualitas iman Kristen akan nampak ketika kita mampu
memanfaatkan waktu-waktu yang ada untuk menjumpai Yesus dan membawa semua
persoalan hihup kita kepada-Nya. Tumbuh menjadi kuat walaupun di tengah-tengah
pencobaan yang berat. Tetap konsisten walaupun keadaan memaksanya untuk mundur
dan memiliki arah iman dan tujuan yang jelas.
Tuhan Yesus memuji kualitas iman perempuan Kanaan itu dan
Ia memberikan “Sertifikat Kelulusan” berupa sebuah jawaban dan hasil yang
memuaskan “Hai
ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan
seketika itu juga anaknya sembuh.” (Ay. 28).
D. PENERAPAN
Kita perlu memiliki iman yang berkualitas yang diuji
melalui sebuah proses. Kualiatas keimanan kita akan membuka pintu jawaban atas
setiap pergumulan kita. Tuhan Yesus memberkati. #KetutMardiasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berilah Komentar yang tidak mengandung sara. Komentar yang tidak sopan tidak mengikuti aturan akan di delete. Tuhan Yesus Memberkati...
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.