"DIALAH YANG KAMI BERITAKAN, APABILA TIAP-TIAP ORANG KAMI NASIHATI DAN TIAP-TIAP ORANG KAMI AJARI DALAM SEGALA HIKMAT, UNTUK MEMIMPIN TIAP-TIAP ORANG KEPADA KESEMPURNAAN DALAM KRISTUS. ITULAH YANG KUUSAHAKAN DAN KUPERGUMULKAN DENGAN SEGALA TENAGA SESUAI DENGAN KUASA-NYA, YANG BEKERJA DENGAN KUAT DI DALAM AKU." (KOLOSE 1:28-29)

MELAYANI DENGAN POLA PELAYANAN YESUS


Bacaan Alkitab: Markus 1: 35-42


A.  PENDAHULUAN
Akan lebih mudah bagi seseorang dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan berhasil apabila mereka bekerja mengikuti pola atau dengan system yang sudah ada. Tidak terlalu banyak membuang-buang energy, menguras tenaga, waktu, pikiran dan perasaan untuk mencapai hasil atau tujuan yang diharapkan. Bekerja dengan pola akan mempermudah dan mempercepat pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan baik bahkan bisa menambah volume pekerjaan itu sendiri. Demikian juga halnya dengan pelayanan atau melayani Tuhan.

Tuhan telah meninggalkan pola yang sangat baik bagi kita untuk diterapkan dalam pelayanan maupun dalam pekerjaan kita masing-masing sebagai anak-anak Tuhan. Ketika Tuhan Yesus hendak memulai pekerjaan-Nya untuk memberitakan Injil, nampaknya Ia tidak hanya pergi begitu saja tanpa mempersiapkan perencanaan yang baik terlebih dahulu. Ia pasti memikirkan bagaimana Ia memulai dan bagaimana melakukannya. Pekerjaan tanpa perencanaan dan strategi tentu tidak akan mendapatkan hasil yang baik.

Semua orang punya caranya sendiri untuk berhasil, tetapi tidak sedikit orang gagal karena terlalu berambisi untuk berhasil dengan cepat namun mengabaikan hal-hal yang sederhana dan menganggapnya sebagai hal yang tidak penting dan tidak perlu mendapat perhatian. Sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil, sesuatu yang besar dimulai dari hal-hal yang sederhana. Hal yang kecil dan yang sederhana adalah tahapan awal terjadinya perubahan yang besar. Mengabaikan hal yang kecil dan sederhana sama artinya secara tidak sadar sudah merencanakan kegagalan sejak dini.

Tuhan Yesus telah memberikan sebuah contoh kepada kita melalui sebuah perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25: 14-30. Yang menerima lima talenta dan dua talenta mengembangkannya masing-masing menjadi sepuluh dan empat talenta, (ay. 15-17) tetapi yang menerima satu talenta mengabaikannya dengan berbagai alasan sehingga tidak menghasilkan apa-apa (ay. 18, 24-25). Yang menerima lima dan dua talenta menerima pujian dari tuanya Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (ay. 21, 23). Hamba yang menerima satu talenta disebut sebagai hamba yang jahat dan malas, ia mengalami kegagalan total (ay. 26-30). “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” (Luk. 16:19). Inilah contoh dari mengabaikan hal yang sederhana dan menganggapnya kecil dan tidak penting.

B.  POLA PELAYANAN YESUS
Sekarang mari kita perhatikan bagaimana pola Tuhan Yesus dalam melakukan pekerjaan-Nya. Bagaimana Ia memulai pekerjaan-Nya dan bagaimana juga melakukannya.

     1.   Mengawali Dengan Berdoa (Ay. 35).
Hal yang paling penting dalam semua aktivitas kehidupan manusia bukanlah kekuatan secara fisik, kecerdasan berpikir dan pengetahuan atau wawasan yang luas, walaupun semuanya itu penting dan mutlak dibutuhkan dalam bekerja untuk meraih keberhasilan. Doa berada di atas semuanya itu. Oleh karena itu doa harus menjadi bagian terpenting dan tidak boleh dilupakan dalam semua aktivitas yang kita lakukan.

Dengan mengawali semua aktivitas kita dengan doa, berarti telah menyerahkan semua yang akan kita lakukan dan kerjakan kepada pimpinan Tuhan dan membiarkan Dia terlibat dalam semua keputusan dan perencanaan. Semua perencanan yang dibangun berdasarkan kecerdasan dan kemampuan manusia akan gagal kalau bukan Tuhan yang melaksanakannya, “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” (Ams. 19:21).

Doa menjadi pondasi dari segala sesuatu yang kita bangun dengan kecerdasan dan kemampuan kita. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memulai pekerjaan atau pelayanan-Nya memberitakan Injil dengan berdoa. Pagi-pagi buta Ia telah membangun pondasi dari seluruh pelayanan-Nya dengan doa (ay. 35).

Sering sekali kita lupa dan mengabaikan hal yang penting dari yang terpenting ini. Hari ini Tuhan Yesus mengajar kita untuk memulai segala aktivitas pekerjaan dan pelayanan kita dengan berdoa.

      2.   Mulai Dari Yang Paling Mudah dan Sederhana (Ay. 36-38).
Ketika seseorang melihat sesuatu yang lebih besar, pekerjaan yang lebih menjanjikan masa depan, mereka lupa dengan kapasitas dirinya sehingga melupakan hal-hal paling kecil dan yang sederhana sekalipun. Keinginannya yang besar tidak diimbangi dengan kemampuannya yang besar. Keinginan yang besar  harus dimulai dari yang paling mudah dan sederhana atau dengan kata lain, sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil. Pengetahuan dan pemahaman ini akan menolong kita untuk tidak mengabaikan hal-hal yang kecil dan sederhana.

Tuhan Yesus tidak pergi ke tempat yang jauh untuk menjanggkau ladang pekerjaan yang lebih besar sebelum Ia menyelesaikan pekerjaan yang terdekat dan mudah dijangkau. Setelah selesai berdoa Ia mengajak murid-murid-Nya untuk pergi ke kota-kota yang berdekatan (ay. 38). Artinya tempat yang paling mudah dijangkau atau pekerjaan yang paling mudah untuk dikerjakan sebagai tahapan awal untuk memulai pekerjaan berikutnya yang lebih besar.

Hal ini penting untuk kita terapkan dalam pelayanan dan pekerjaan kita. Kita tidak akan pernah bisa menjadi besar kalau kita mengabaikan hal-hal yang mudah dan sederhana karena berambisi untuk cepat menjadi besar. Semua pekerjaan baik di gereja maupun pekerjaan-pekerjaan lainnya di luar gereja berjalan mengikuti proses dari tahapan yang paling mudah hingga kepada tahapan yang besar sekalipun. Karena itu, mari kita lakukan dengan setia yang hal-hal yang mudah, kecil dan sederhana yang akan mengantar kita kepada pekerjaan atau tanggung awab yang lebih besar.

      3.    Mengembangkan Kepada Pekerjaan Yang Lebih Luas (Ay. 39a).
Mengembangkan pekerjaan yang lebih besar adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh setiap orang untuk mendapatkan hasil yang lebih besar bahkan sebisa mungkin menguasai pangsa pasar di tengah-tengah persaingan yang besar.

Tuhan Yesus melakukan hal yang sama setelah Ia menyelesaikian pekerjaan-Nya yang lebih mudah. Ia melangkah lebih jauh lagi untuk menguasai semua suku-suku di mana pekerjaan pemberitaan Injil dapat diterima oleh semua orang. Ia mengembangkan pelayanan-Nya ke seluruh kota Galilea, Lalu Pergilah Ia ke seluruh Galilea”.

Tidak terlalu sulit bagi-Nya untuk melangkah dan mengembangkan pelayanan-Nya ke daerah-daerah yang lebih luas, karena yang pertama Ia telah memulainya dengan doa dan menyelesaikan pekerjaan pelayanan-Nya mulai dari yang terdekat dan mudah dijangkau. Keberhasilan pada tahap yang mudah, pada luar lingkup yang kecil dan sederhana membawa-Nya untuk memandang kepada ladang yang lebih besar untuk dikerjakan.

Ini sekaligus menjadi contoh bagi kita dalam mengembangkan pelayanan di gereja, supaya kita tidak puas dengan keberhasilan yang kini dipercayakan kepada kita, tetapi juga harus mampu melihat keluar kepada ladang yang lebih luas.

     4.   Menuntaskan Pekerjaan Yang Masih Ada (Ay. 39b-42).
Kepuasaan seorang pekerja adalah menuntaskan pekerjaannya dengan baik. Tidak menyisakan dan menunda pekerjaan yang masih ada dan yang masih bisa dikerjakan pada waktu bersamaan.

Tuhan Yesus menuntaskan pekerjaan-Nya dengan baik dan tidak meninggalkan proyek mangkrak untuk dibiarkan atau dikerjakan oleh orang lain dikemudian hari.

Pekerjaan apa saja yang dituntaskan oleh Tuhan Yesus, pertama-tama tujuan adalah memberitakan Injil, “… supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang” (ay. 38b), tetapi kemudian ada pekerjaan yang lain yang harus dikerjakan secara bersamaan yaitu mengusir setan-setan (ay. 39b) dan menyembuhkan orang-orang sakit (ay. 40-42).

Tuhan Yesus tidak membiarkan setan-setan mengahantui keberadaan orang-orang yang telah diajarkan firman Tuhan dan tidak juga meninggalkan mereka tetap berada dalam penderitaan secara fisik oleh karena sakit penyakit. Tuhan Yesus menuntaskan semuanya itu dalam satu pekerjaan sekaligus, karena setan-setan dan sakit penyakit tentu akan menjadi penghalang orang-orang menerima berita Injil.

Dalam pelayanan atau pekerjaan-pekerjaan lainnya  kita juga sering diperhadapkan dengan tugas tambahan yang sebenarnya bukan menjadi tujuan dan perioritas kita, tetapi itu juga harus kita selesaikan supaya tidak ada yang mengganggu keberhasilan pelayanan dan pekerjaan kita.

C.  KESIMPULAN
Tuhan Yesus Melayani dengan pola-pola sangat sederhana dan mudah untuk kita terapkan dalam pelayanan maupun dalam pekerjaan kita. 

Pola itu tersusun dengan sangat sistematis yang diawali dengan doa atau penyerahan diri untuk sebuah tanggung jawab yang besar, mulai mengerjakan yang paling mudah dijangkau atau dikerjakan, mengembangkan ke ke tempat yang lebih luas dan menuntaskan pekerjaan pelayanan-Nya dengan baik.

D.  PENERAPAN
Apa yang bisa kita lakukan dalam pekerjaan dan pelayanan kita? Mari kita menerapkan pola pelayanan atau pekerjaan yang seperti yang Tuhan Yesus lakukan.

Tuhan Yesus memulai dengan doa dan penyerahan diri dan dapat mengakhirinya dengan tuntas. Awal yang baik menghasilkan akhir yang baik. Awal yang buruk akan menghasilkan akhir yang buruk juga. Ketika kita mulai dengan Tuhan, maka kita akan menuai hasil yang baik dan juga tuntas (bdk. Fil. 1:6). #MDS


KARAKTER HIDUP ORANG PERCAYA

Bacaan Alkitab: Yakobus 5:7-11

A.   PENDAHULUAN
Hidup sebagai seorang Kristen yang sungguh-sungguh bukan hanya sebuah identitas yang nampak dari luar saja tetapi yang terpenting adalah kualitas hidup yang lahir dari hati yang beriman kepada Tuhan kemudian terpancar melalui karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Karakter hidup Kristen yang baik ditunjukkan melalui cara kita menyikapi suatu keadaan entah itu keadaan baik maupun buruk. Terutama saat-saat kita berhadapan dengan suatu keadaan yang memaksa semua orang untuk menyerah dan berpikir untuk mundur dari perhelatan hidup yang semakin berat.

Berpandangan positif adalah salah satu cara terbaik untuk bertahan dan terus berjuang walaupun harus terluka. Proses yang berat adalah sebuah tantangan untuk sampai kepada tujuan yang lebih besar. Inilah juga yang tersirat dalam pesan yang disampaikan oleh Yakobus kepada dua belas suku Israel yang ada diperantauan (Yak. 1:1), supaya mereka membangun karakter hidup Kristen yang kuat menghadapi banyaknya pencobaan yang datang sehingga mereka dapat bersabar sampai kepada kedatangan Tuhan yang kedua kali.

Pemahaman yang benar seperti inilah yang akan membentuk karakter hidup kita sebagai orang-orang percaya kepada Tuhan sekalipun kita diperhadapkan dengan banyaknya pencobaan di dunia ini.
B.   KARAKTER ORANG PERCAYA
Pemahaman yang benar terhadap suatu keadaan melahirkan sebuah karakter kehidupan baik seperti apa yang diharapkan oleh Yakobus kepada pembaca suratnya.

      1.    Memiliki Keteguhan Hati Sambil Menantikan Kedatangan Tuhan Yang Kedua Kali (Ay. 7-9).
Keteguhan hati adalah sebuah sikap yang mencerminkan karakter hidup yang beriman kepada Tuhan. Keteguhan hati akan nampak saat-saat seseorang berada di dalam zona kehidupan yang berbahaya, karena di situlah ujian yang sesungguhnya yang memaksa kita untuk menentukan sebuah sikap, maju untuk sebuah tujuan atau mundur karena tantangan.

Mengapa kita harus memiliki keteguhan hati? Yakobus mengajak pembaca surat untuk memandang jauh ke depan, yaitu pada kedatangan Tuhan yang kedua kali (Ay. 8). Yakobus meyakinkan para pembaca suratnya bahwa penderitaan yang mereka hadapi kini akan berakhir dengan indah pada waktu kedatangan Tuhan yang kedua kali, sehingga mereka harus tetap menjaga stabilitas kehidupan mereka supaya tidak terpancing dengan keadaan, tidak bersungut-sunggut yang menyebabkan terjadinya pertengkarang antara sesama anggota tubuh Kristus.

Kesabaran mereka dalam menghadapi penderitaan akan berakhir indah, seperti seorang petani yang menantikan hasil yang berharga dari hasil tanahnya dan bersabar sampai kepada pergantian musim tiba (Ay. 7). Demikianlah seorang Kristen harus memiliki keteguhan hati dan bersabar hingga Tuhan datang.

      2.    Belajar Dari Kisah dan Ketekunan Para Nabi (Ay. 10-11).
Belajar dari kisah kehidupan orang lain yang sudah  berhasil melewati sebuah proses kehidupan adalah  hal yang sangat penting bagi kita, di mana kita bisa menerapkan sebuah teladan kehidupan yang telah mereka lakukan, kita dapat memetik nilai-nilai kehidupan yang memimpin kepada akhir yang memuaskan dan membanggakan.

Yakobus mengarahkan para pembacanya suratnya untuk melihat kembali teladan kehidupan yang telah diwariskan oleh para nabi ketika mereka menghadapi sebuah penderitaan, walaupun mereka hidup menuriti kehendak Tuhan, namun mereka juga tidak luput dari yang namanya penderitaan (Ay. 10), namun akhirnya mereka juga sampai kepada titik yang melegakan yaitu pemulihan dan kemenagan melewati sebuah proses, sebuah akhir yang membahagiakan.

Yakobus memberikan contoh dari kisah kehidupan nabi Ayub; Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.” (Ay. 11).

Tuhan Yesus juga menyebutkan bahwa nabi-nabi kita terdahulu juga mengalami berbagai-bagai penderitaan; “Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat. 5:12).

Kita mendapat gambaran yang begitu indah tentang akhir dari sebuah perjunagan melewati proses yang memaksa untuk menyerah dan mundur. Itulah sebabnya pada awal suratnya, Yakobus menyebut berbahagia orang-orang yang jatuh ke dalam berbagai-bagai penderitaan, karena ada akhir yang jauh lebih indah daripada memutuskan untuk mundur (Bdk. Yak. 1:2-4).

C.   KESIMPULAN
Yakobus memberikan gambaran tentang bagaimana sikap kita sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan dalam menghadapi penderitaan atau masalah-masalah kehidupan di dunia ini.

Karakter hidup kita akan tercermin melalui cara kita menyikapi sebuah keadaan, yaitu tetap bersabar dan memiliki keteguhan hati karena pengharapan akan akhir yang lebih baik pada waktu kedatangan Tuhan yang kedua kali dan selalu belajar dari teladan kisah kehidupan para nabi-nabi Tuhan yang mengalami penderitaan.

D.   PENERAPAN
Bagaimana dengan karakter hidup kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan? Mari kita memandang penderitaan yang sering kita alami sekarang ini sebagai sebuah proses untuk melangkah kepada kehidupan yang lebih baik sambil memandang jauh ke depan. Teruslah belajar dari kehidupan orang-orang yang telah berhasil melewati beratnya tantangan kehidupan di dunia ini. Tuhan Yesus Memberkati. #MDS22072018

PENTINGNYA PENERAPAN KASIH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Bacaan Alkitab: Efesus 5:1

A. PENDAHULUAN

Mengapa Kita harus hidup dalam kasih dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari? Firman Tuhan Mengajar kita untuk hidup di dalam kasih sebagaimana Kristus sudah mengasihi kita.

Firman Tuhan juga mengajar kita pentingnya penerapan kasih dalam kehidupan sehari-hari, dalam keluarga, dalam komunitas kita dan dalam masyarakat yang lebih luas.

B. PENERAPAN KASIH

Mengapa kita harus menerapkan kasih dalam kehidupan sehari-hari:

1. Kasih Adalah Sarana Yang Mempersatukan dan Mendewasakan (Kol. 3: 14).

Tanpa kasih tidak mungkin terjadinya sebuah kesatuan. Kasih menghargai setiap perbedaan dan pilihan orang lain walaupun harus berbeda.

Kasih menjadikan kita dewasa dalam menyikapi keadaan yang memungkikan terjadinya perpecahan. Keluarga tanpa kasih ibarat makanan tanpa garam.

2. Kasih Adalah Sarana Untuk Menahan Terjadinya Dosa dan Pelanggaran (1 Ptr. 4:8, Ams. 10:12).

Kasih mencegah tindakan-tindakan mementingkan diri. Menjaga kita untuk tidak egois dan mempertahankan kebenaran diri tetapi memperkecil terjadinya konflik yang menimbulkan pertengkaran, dosa dan pelanggaran.

Kasih menjadi media untuk menghadirkan damai dan mencegah dosa dan pelanggaran muncul ke permukaan.

3. Kasih Sebagai Tanda Bahwa Kita Anak-Anak Allah (Yoh. 13:34-35).

Kasih menjadi indentitas bahwa kita adalah anak-anak Allah yang selalu hidup berdampingan. Kasih menjadi tanda bahwa agama kita mengajarkan tentang kasih yang diprakarsai oleh Tuhan Yesus.

Kita bergandengan tangan supaya orang lain tahu bahwa kita hidup dalam kasih. Dan ini akan meninggalkan bekas bagi orang lain yang ada di sekitar kita (Yoh. 13:35).

C. KESIMPULAN

Pentingnya penerapan kasih dalam kehidupan sehari-hari akan menolong setiap orang untuk hidup dalam kasih (Ef. 5:2). Karena kasih merupakan sarana yang mempersatukan dan mendewasakan, sarana untuk menahan terjadinya dosa dan pelanggaran dan mencegahnya muncul kepermukaan.

D. PENERAPAN

Hiduplah di dalam kasih di dalam keluarga, komunitas dan dalam masyarakat yang lebih luas. Kita menerapkan kehidupan sebagai refleksi kasih Kristus kepada kita. Ia telah mengasihi kita maka kita pun wajib mengasihi. Tuhan Yesus memberkati.

Ringkasan khotbah di Kel. Besar Bpk. Robyson Tolla dalam dalam arisan keluarga.
Minggu, 08 Juli 2018.

KUALITAS IMAN ORANG KRISTEN

Bacaan Alkitab: Matius 15: 21-28

      A.   PENDAHULUAN

Berbicara tentang kualitas, berbicara tentang bobot atau mutu dari sesuatu yang dapat diukur dengan nilai baik dan buruknya. Sesuatu dikatakan berkualitas apabila memiliki nilai-nilai kebaikan yang sudah melewati tahap pengujian yang ketat untuk mengukur kadar kebaikan dikandungnya. Tidak ada sesuatupun yang dapat dikatakan berkualitas tanpa melalui sebuah proses yang disebut dengan ujian. Ujian akan menentukan apakah sesuatu layak ditingkatkan statusnya atau tidak.

Setelah melewati masa belajar pada akhir semester, semua siswa pada akhirnya akan sampai pada sebuah proses yang disebut dengan ujian. Di situ semua siswa akan diuji kemampuannya masing-masing untuk menentukan kualitas dirinya sebagai seorang siswa, apakah ia layak naik tingkat ke jenjang yang lebih tinggi atau tinggal kelas dan belajar lagi pada materi yang sama dan semester yang sama.

Demikian juga iman Kristen. Iman yang berkualitas adalah iman yang sudah berhasil melewati sebuah proses ujian. Jangan katakan kita beriman kepada Tuhan tetapi kita gagal melewati ujian. Jangan katakan kita beriman kepada Tuhan tetapi terlalu cepat menyerah saat kita sedang dalam proses untuk menentukan kualitas iman kita.

Seorang perempuan Kanaan berkebangsaan Siro Fenisia menunjukkan kualitas imannya kepada Tuhan Yesus, ia menjumpai Tuhan Yesus pada waktu yang tepat. Ia adalah seorang perempuan yang berprestasi dalam perjalanan imannya kepada Tuhan. Setelah melewati beberapa tahap ujian iman, akhirnya ia berhasil dan memperoleh penghargaan dari Tuhan, “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh” (Ay. 28).

Tahap-Tahap Ujian Iman yang berhasil dilewati oleh perempuan Kanaan itu adalah:

1.    Ketidakpedulian Tuhan Yesus terhadap terikannya untuk minta tolong (Ay. 22-23a).
2.    Ketidakpedulian murid-murid Tuhan Yesus yang menolaknya dan menyuruh Tuhan Yesus untuk mengusirnya (Ay. 23b).
3.    Dianggap tidak penting dan tidak prioritas oleh Tuhan Yesus. Ia hanya diutus kepada domba-domba yang hilang dari umat Isreal (Ay. 24).
4.    Istilah “anjing” yang digunakan Tuhan Yesus untuk menyebut orang-orang yang bukan dari umat Israel (Ay. 26).

Perempuan itu berhasil melewati semua proses yang menurut ukuran manusia biasa sangat menyakitkan dan memaksanya untuk mundur dan menyerah. Perempuan itu tidak pernah menyerah bahkan terus mendesak Yesus dengan bersungkur di kaki-Nya (Ay. 25), berusaha mengendalikan perasaannya dengan berpandangan positif/ Positive Thingking (Ay. 27) karena ia memiliki arah dan tujuan yang tidak boleh gagal, yaitu kesembuhan bagi anak yang dikasihinya. Ujian itu berakhir dengan pujian dan kesembuhan bagi anaknya. Segala Puji bagi Tuhan.

B.   IMAN YANG BERKUALITAS
Dari kisah perempuan Kanaan yang percaya kepada Tuhan Yesus kita mendapatkan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi pertumbuhan iman kita. Imannya yang bergairah dan sikapnya yang tidak mudah menyerah menghadapi ujian menunjukkan kualitas imannya. Kita dapat belajar dari kisah ini supaya kita sebagai seorang Kristen memiliki iman yang berkualitas dan menyenangkan hati Tuhan.

1.    Memanfaatkan Waktu Untuk Berjumpa Dengan Tuhan (Ay. 21-22a).
Kedatangan Tuhan Yesus ke daerah Tirus dan Sidon menjadi momen berharga bagi seorang perempuan yang sedang mencari pertolongan untuk kesembuhan anaknya yang sedang menderita karena kerasukan setan. Ia menjumpai Yesus pada waktu yang tepat seraya berseru “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita” (Ay. 22). Sebuah pribahasa mengatakan “pucuk dicinta ulam tiba”, artinya “sebuah harapan yang terwujud karena mendapat sesuatu yang dibutuhkan atau diharapkan”.

Sebelumnya perempuan itu tidak pernah berpikir berharap kepada Yesus, karena perempuan itu berasal dari luar suku Israel (Ay. 24), berasal dari keturunan Ham (Kej. 10:6) Bangsa yang terkutuk (Kej. Kej. 9:25-26), percaya kepada tahayul (Ul. 18:9-11), penyembah berhala (Ul. 29:17), keji dan najis (Im. 18:27) dsb. Namun perempuan itu cukup mengenal Yesus, hal ini nampak dari caranya menyebut Yesus “ya Tuhan, Anak Daud”. Artinya setidaknya ia pernah mendengar tentang Yesus yang menyembuhkan orang sakit, mengusir setan dan lain sebagainya, oleh karena itu ketika ia tahu bahwa Yesus datang ke daerah tersebut, ia pun tidak menyia-nyiakan dan menunda-nunda waktu dan kesempatan untuk berjumpa dengan-Nya.

Perempuan itu tidak ada pilihan lain, selain menemui Yesus. Ia datang tersungkur depan kaki-Nya (Mrk. 7:25). Bagi perempuan itu tidak ada waktu terbaik selain memanfaatkan kesempatan yang ada waluapun sulit baginya menerobos kepadatan manusia yang mengikuti dan mendengar Yesus pada waktu itu.

Pertanyaannya, bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah memanfaatkan waktu dan kesempatan sebaik mungkin untuk menjumpai Yesus dalam doa, ibadah dan persekutuan dengan saudara-saudara seiman? Gunakanlah waktu kita sebaik mungkin untuk tetap memiliki persekutuan dengan Tuhan sekalipun banyak tantangannya.

2.    Tumbuh Semakin Kuat Ketika Pencobaan Datang (Ay. 25-27).
Bagaiamana perempuan itu menjaga stabilitas imannya ketika berhadapan dengan  masalah pada saat ia mau menjumpai Yesus? Dari kronologis kisah yang dicatat oleh Matius memperlihatkan keteguhan hati perempuan itu dari awal dimulainya perjumpaannya dengan Yesus sampai kepada akhirnya ia memperoleh apa yang ia harapkan dari Tuhan.

Perempuan itu mencoba untuk bertahan tahap demi tahap, ia mengelola pikiran dan perasaan supaya tidak mudah goyah dan menyerah. Perempuan itu sedikitpun tidak berpikir untuk mendur, semakin dihalangi, semakin mendekat bahkan menyembah Tuhan, tidak ada celah untuk membela diri tetapi justru berpikir positif dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Imannya tidak dapat digagalkan oleh pencobaan. Kegagalan menjumpai Yesus adalah kerugian yang besar dan tidak ada kesempatan lebih tepat dan lebih baik lagi.

Pertanyaannya, bagaimana dengan iman kita, apakah pencobaan membuat kita menjadi lemah dan berhenti berharap kepada Tuhan? Mampukah kita berpikir positif, memandang pencobaan sebagai sebuah proses untuk menang dari pergumulan? Biarlah pencobaan itu membuat iman kita semakin murni, dan tumbuh menjadi kuat.

3.    Konsisten Ketika Keadaan Memaksanya Untuk Menyerah (Ay. 25-27).
Konsisten artinya memiliki keteguhan hati, tidak mengubah pikiran, dan punya pendirian dan pilihan yang tetap walaupun harus berbeda. Gambaran ini juga kita dapatkan dari seorang perempuan Kanaan yang percaya kepada Tuhan. beberapa kali ia harus diuji imannya bahkan sudah melewati batas wajar, namun ia tidak menyerah, tidak mengubah pikirannya bahkan tetap konsisten pada pilihannya. Batas ujian biasanya maksimal sampai tiga kali, namun perempuan itu melampaui batas sampai empat kali (lihat tahap-tahap ujian iman di atas).

Perempuan itu melewati perjalanan yang cukup melelahkan. Perjalanan yang menguras tenaga dan mengorbankan harga diri sebagai manusia, imannya berusaha dicongkel dengan mengobrak-abrik kedalaman perasaannya, namun ia tetap melangkah maju dan sedikitpun tidak berpikir untuk mundur dan menyerah, ia tetap konsisten karena ia memiliki iman yang kuat kepada Yesus dan memiliki tujuan yang besar.

Pertanyaannya, bagaimana dengan kita? Akankah kita mengubah pikiran kita untuk meninggalkan Tuhan karena masalah dan persoalan hidup yang sesungguhnya adalah sebuah proses untuk sampai kepada tujuan akhir yang kita harapkan? Biarlah kita tetap konsisten karena Yesus jauh lebih besar dari masalah yang kita hadapi.

4.    Memiliki Arah Iman dan Tujuan Yang Jelas (Ay. 22b).
Apa yang memotivasi perempuan Kanaan itu begitu antusias dan bergairah untuk menjumpai Yesus? Tujuanlah yang menggerakan dia. Tujuan itu begitu kuat seperti sebuah dynamo penggerak yang menggerakkan seluruh hasrat dan keinginannya, tanpa bisa dikendalikan kecuali mematikan mesin dynamo tersebut. Sama seperti manusia, ia digerakkan oleh tujuan, tujuan itu bisa berhenti apabila jantung kita berhenti berdetak.

Perempuan itu berorientasi kepada tujuan. Gol akhir yang hendak diraih adalah terpacainya sebuah akhir yang membanggakan, maka perempuan itu tidak berhenti sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya, yaitu pemenuhan rasa kasih sayang kepada anaknya yang menderita karena kerasukan setan, yaitu sebuah kesembuhan. Ayat 22b ini menjadi mesin penggerak yang menyebabkan seorang perempuan Kanaan terus berjuang sampai kepada titik terakhir. Arah imannya adalah Yesus  dan tujuan kepada kesembuhan anaknya. Imannya kepada Yesus menjadi sarana untuk sampai kepada hasil akhir yang memuaskan.

Pertanyaannya, bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah memiliki iman yang terarah kepada Yesus saja untuk mencapai tujuan akhir kita? Jangan salah dalam menempatkan arah iman dan tujuan kita.

      C.   KESIMPULAN
Perempuan Kanaan yang percaya kepada Tuhan Yesus memberikan gambaran kepada kita tentang bagaimana kita memiliki iman yang berkualitas.

Kualitas iman Kristen akan nampak ketika kita mampu memanfaatkan waktu-waktu yang ada untuk menjumpai Yesus dan membawa semua persoalan hihup kita kepada-Nya. Tumbuh menjadi kuat walaupun di tengah-tengah pencobaan yang berat. Tetap konsisten walaupun keadaan memaksanya untuk mundur dan memiliki arah iman dan tujuan yang jelas.

Tuhan Yesus memuji kualitas iman perempuan Kanaan itu dan Ia memberikan “Sertifikat Kelulusan” berupa sebuah jawaban dan hasil yang memuaskan Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.” (Ay. 28).

      D.   PENERAPAN
Kita perlu memiliki iman yang berkualitas yang diuji melalui sebuah proses. Kualiatas keimanan kita akan membuka pintu jawaban atas setiap pergumulan kita. Tuhan Yesus memberkati. #KetutMardiasa